Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi melakukan uji publik terhadap revisi UU Aparatur Sipil Negara di Universitas Negeri Padang pada tanggal 4 Agustus 2023. Dalam uji publik tersebut, banyak masukan yang diterima dari pembahas dan peserta. Hampir semua gagasan dan saran pada uji publik tersebut mendorong ASN menjadi lebih profesional. (Singgalang,7 Agustus 2023)
ASN merupakan isu yang sangat menarik untuk dibicarakan. Sebab, Kemen. PANRB sendiri mengakui bahwa ASN di Indonesia belum sepenuhnya profesional. Hal ini dapat dilihat dari pelayanan publik yang masih jauh dari negara tetangga. Sehingga banyak investor memilih negara tetangga untuk menanamkan modalnya. Walaupun berdasarkan hasil capaian Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2022, indeks integritas nasional berada di angka 71,94 yang artinya cukup baik.
ASN mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pelaksanaan pelayanan publik terhadap masyarakat. Berdasarkan Pasal 12 UU Aparatur Sipil Negara, pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Pertanyaan selanjutnya, apakah birokrat ASN dapat bertransformasi menjadi lebih profesional dan bagaimana upaya mewujudkannya?
ASN Berbasis Kompetensi dan Integritas
Rendahnya kinerja birokrasi atau pegawai ASN, sangat berkorelasi terhadap rendahnya kualitas pelayanan publik. Bahkan Kepala Badan Kepegawaian Negaran (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan, kemampuan atau performa sumber daya manusia yang bekerja sebagai pegawai pemerintahan di Indonesia cukup rendah, saat ini masuk kategori deadwood (kayu mati).
Untuk itu perlu peningkatan kualitas sumber daya manusia dari ASN itu sendiri. Hal ini dapat dilakukan melalui pembinaan karier ASN, yang dilaksanakan atas dasar perpaduan antara sistem prestasi kerja dan karir. Pengembangan pegawai ASN berbasis kompetensi merupakan suatu keharusan, agar organisasi (birokrasi) dapat mewujudkan kinerja lebih baik dan memberikan pelayanan publik yang prima (Komara, 2019).
Secara umum, kompetensi pegawai ASN dapat dipahami sebagai sebuah kombinasi antara pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian yang diwujudkan melalui perilaku kinerja yang dapat diamati, diukur, dan dievaluasi.
Berdasarkan Pasal 21 UU Aparatur Sipil Negara, dijelaskan bahwa setiap ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi. Pengembangan kompetensi antara lain melalui pendidikan dan pelatihan, seminar, kursus, dan penataran.
Pengembangan kompetensi harus dievaluasi oleh pejabat yang berwenang dan digunakan sebagai salah satu dasar dalam pengangkatan jabatan dan pengembangan karir. Dalam pengembangan kompetensi, kewajiban setiap instansi pemerintah menyusun rencana pengembangan kompetensi tahunan yang tertuang dalam rencana kerja anggaran tahunan instansi masing-masing.
Dalam mewujudkan ASN yang profesional, tidak cukup hanya ASN yang mempunyai kompetensi yang baik, tetapi juga ASN yang mempunyai integritas. Integritas dapat dipahami setiap perbuatan dan tindakan yang dilakukan harus konsisten dengan nilai-nilai yang dianut. ASN harus menjalankan amanah sesuai dengan sumpah dan janjinya.
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi RI, integritas adalah bertindak dengan cara yang konsisten dengan apa yang dikatakan. Nilai integritas merupakan kesatuan antara pola pikir, perasaan, ucapan, dan perilaku yang selaras dengan hati nurani dan norma yang berlaku.
Komisi Pemberantasan Korupsi RI merilis sembilan nilai integritas yang bisa mencegah terjadinya korupsi. Kesembilan nilai itu adalah jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil.
Integritas yang baik akan melahirkan sikap profesional dalam bekerja. ASN akan bertindak secara jujur dan bertanggungjawab, menjauhi godaan untuk melakukan korupsi. Tanpa integritas, tentu akan mempengaruhi motivasi seseorang untuk bekerja.
Profesionalisme ASN
ASN mempunyai peranan yang sangat esensial dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu sangat dibutuhkan ASN yang profesional dalam pelaksanaan pekerjaannya, yaitu yang mempunyai kemampuan dan keterampilan dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing (Komara, 2019).
Untuk mewujudkan ASN yang profesional, penempatan ASN tersebut harus sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki. Faktanya banyak kita lihat penempatan ASN, khususnya di pemerintah daerah yang terkesan asal-asalan. Sebagai contoh yang terjadi di Pemkab Blitar Provinsi Jawa Timur, Kepala Dinas Pendidikan dijabat oleh ASN yang berlatar belakang pendidikan dokter hewan. Seperti pepatah orang Minang, indak batamu rueh jo buku. Tidak bertemu ruas dengan buku.
Padahal secara legal formal, berdasarkan UU Aparatur Sipil Negara telah diatur sistem merit. Sistem merit dalam birokrasi Indonesia bertujuan untuk menghasilkan ASN yang profesional dan berintegritas dengan menempatkan mereka pada jabatan-jabatan birokrasi pemerintah sesuai kompetensinya, dan melindungi karir ASN dari politisasi dan kebijakan yang bertentangan dengan prinsip merit.
Pengembangan karir yang tidak jelas, hanya berdasarkan like and dislike, dan bermuatan politis, serta tidak mempunyai standar yang jelas dalam hal promosi dan demosi jabatan juga salah satu penyebab sulitnya untuk mewujudkan ASN profesional. Praktik seperti ini akan mengakibatkan ASN tidak mempunyai motivasi yang kuat untuk bekerja. Secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat.
Seharusnya pengembangan karier ASN dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja, dan kebutuhan instansi pemerintah, dengan mempertimbangkan integritas dan moralitas, sebagaimana amanat Pasal 69 UU Aparatur Sipil Negara.
Secara legalitas terkait teknis pengaturan manajemen karir ASN, diatur secara jelas dalam Peraturan Menpan. RB No. 3 Tahun 2020 tentang Manajemen Talenta Aparatur Sipil Negara. Dalam Peraturan Menpan tersebut, telah mengadopsi konsep manajemen pengembangan sumber daya manusia di sektor swasta. Namun, aturan tinggal aturan saja, yang belum terimplementasi dengan baik.
Komitmen yang kuat
Butuh komitmen kuat dalam upaya mewujudkan birokrat ASN yang profesional, bukan hanya komitmen pimpinan, tetapi juga komitmen dari ASN sebagai pelaku langsung dalam pelayanan publik. Sinergi antara pimpinan dan birokrat ASN untuk mengimplementasikan UU Aparatur Sipil Negara secara paripurna, yaitu penerapan sistem merit dalam pengelolaan manajemen sumber daya manusia ASN.
Komitmen pimpinan dalam hal kebijakan alokasi penganggaran juga sangat penting. Idealnya, untuk peningkatan kapasitas ASN dilakukan melalui promosi untuk mengikuti beasiswa kedinasan, melaksanakan bimbingan teknis yang dapat menunjang kinerja profesi, serta mengikutsertakan dalam diklat atau lokakarya. Sehingga memberikan dampak pada sikap profesionalisme ASN dalam pelayanan publik kepada masyarakat.
Komitmen di dalam diri ASN untuk memberikan pelayanan terbaik menjadi faktor utama dalam pelayanan prima kepada masyarakat. Untuk itu, dibutuhkan kompetensi dan integritas dari birokrat ASN. Sehingga akan mewujudkan budaya organisasi yang positif, suasana kerja yang menciptakan kepuasan, kedisipilinan, dan komitmen yang bermuara kepada pelayanan yang prima kepada masyarakat.